Jumat, 28 Desember 2012

BUNYI BAHASA DAN TATA BUNYI


BUNYI BAHASA DAN TATA BUNYI 


Dalam pembentukan bunyi bahasa ada tiga faktor utama yang terlibat yakni sumber tenaga, alat ucap yang menimbulkan getaran, dan rongga pengubah getaran. Bunyi bahasa yang arus udaranya keluar melalui mulut disebut bunyi oral; bunyi bahasa yang arus udaranya keluar dari hidung disebut bunyi sengau atau bunyi nasal. Bunyi bahasa yang arus udaranya sebagian keluar melalui mulut dan sebagian keluar dari hidung disebut bunyi yang disengaukan atau dinasalisasi.
Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan dan kualitasnya ditentukan oleh tiga faktor: tinggi- rendahnya posisi lidah, bagian lidah yang dinaikkan, dan bentuk bibir pada pembentukan vokal. Pada saat vokal diucapkan, lidah dapat dinaikkan atau diturunkan bersama rahang. Contoh: untuk vokal tertentu seperti [a] bentuk bibir adalah normal, [u] bibir dimajukan sedikit dan bentuknya sedikit bundar, [i] sudut bibir direntangkan  ke samping sehingga bentuknya melebar.
Konsonan adalah bunyi bahasa yang arus udaranya mengalami rintangan dengan tiga factor yang terlibat yaitu keadaan pita suara, penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap, dan cara alat ucap itu bersentuhan atau pendekatan. Konsonan dikategorikan sebagai konsonan yang bersuara seperti [b] dan [d] sedangkan konsonan yang tak bersuara seperti [p] dan [t].
Alat ucap yang bergerak untuk membentuk bunyi bahasa dinamakan artikulator: bibir bawah, gigi bawah, dan lidah. Daerah yang disentuh atau didekati oleh artikulator dinamakan daerah artikulasi: bibir atas, gigi atas, gusi atas, langit- langit keras, langit- langit lunak, dan anak tekak. Bunyi yang dihasilkan oleh bibir atas dan bawah dinamakan bilabial contohnya; [p], [b] dan [m]. Penamaan bunyi dilakukan dengan menyebutkan artikulator yang bekerja seperti labio- (bibir bawah), apiko- (ujung lidah), lamino- (daun lidah), dorso- (belakang lidah), dan radiko- (akar lidah), diikuti oleh daerah artikulasinya: labial (bibir atas), -dental (gigi atas), alveolar (gusi), -palatal (langit- langit keras), -velar (langit- langit lunak), dan -uvular (anak tekak). Cara artikulator menyentuh dan mendekati daerah artikulasi dan bagaimana udara keluar dari mulut dinamakan cara artikulasi. Bunyi yang dihasilkan karena bibir bawah bersentuhan dengan gigi atas disebut labiodental (bibir- gigi) contohnya: bunyi [f]. Bunyi yang dibentuk dengan ujung lidah atau daun lidah yang menyentuh atau mendekati gusi disebut alveolar contoh: [t], [d] dan [s]. Bunyi yang dibentuk dengan ujung lidah menyentuh dan mendekati gigi atas disebut bunyi dental, contohnya; [t] dan [d] sebagai penutur. Bunyi yang dibentuk di dengan depan lidah menyentuh atau mendekati langit- langit keras disebut bunyi palatal, contoh: [c], [j] dan [y]. Bunyi yang dihasilkan dengan belakang lidah yang mendekati atau menempel pada langit- langit lunak disebut bunyi velar, contoh: [k] dan [g].
Bunyi bahasa yang minimal yang membedakan bentuk dan makna kata dinamakan fonem. Dalam ilmu bahasa fonem ditulis di antara dua garis miring: /…/. Jadi, dalam bahasa Indonesia /p/ dan /b/ adalah dua fonem karena kedua bunyi itu membedakan bentuk dan arti. Contoh: pola - /pola/ : bola - /bola/
Variasi suatu fonem yang tidak membedakan arti kata dinamakan alofon. Alofon dituliskan di antara dua kurung siku […]. Kalau [p] yang lepas ditandai dengan [p] saja sedangkan [p] yang tidak lepas ditandai dengan [p>], maka dapat dikatakan bahwa dalam bahasa Indonesia fonem /p/ memiliki dua alofon, yakni [p] dan [p>]. Contoh: [p] pada kata siap dilafalkan dengan meregangkan katupan kedua bibir atau tetap mengatupkannya, maka tidak aka nada perubahan bentuk maupun makna kata.
Perbedaan fonem dan grafem yaitu apabila fonem mengenai bunyi sedangkan grafem mengenai huruf. Grafem dituliskan diantara dua kurung <…>. Contoh: untuk menyatakan benda yang dipakai untuk duduk, kita menulis kata kursi dan mengucapkannya pun /kursi/ dari segi grafem ada lima satuan yaitu <k>, <u>, <r>, <s> dan <i>.
Gugus konsonan adalah gabungan dua konsonan atau lebih yang termasuk dalam satu suku kata yang sama. Jika gabungan konsonan seperti itu termasuk dalam dua suku kata, maka gabungan itu tidak dinamakan gugus. Contoh: /kl/ dalam /klinik/ adalah gugus karena /kl/ masing- masing termasuk dalam satu suku kata.
Diftong adalah vokal yang berubah kualitasnya pada saat pengucapannya. Dalam sistem tulisan diftong bisa dilambangkan oleh dua huruf vokal kedua huruf vokal tersebut tidak dapat dipisahkan. Contoh: bunyi [aw] pada kata harimau adalah diftong sehingga grafem <au> pada suku kata –mau tidak dapat dipisahkan menjadi ma-u.
Suku kata adalah bagian kata yang diucapkan dalam satu hembusan napas dan umumnya terdiri atas beberapa fonem. Suku kata yang berakhir dengan vokal (K) V disebut suku buka dan suku kata yang berakhir dengan konsonan (K) VK disebut suku tutup. Contoh: pergi           per- gi (kata pergi diucapkan dengan dua hembusan napas: satu untuk per- dan satunya lagi untuk –gi karena itu, pergi terdiri dari dua suku kata).


Alwi, Hasan,  Dardjowidjojo, Soenjono,  Lapoliwa, Hans, dan M. Moeliono, Anton (2003). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar